Teks Photo - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut pemaksaan pihak SMKN 2 Padang terhadap siswi nonmuslim untuk mengenakan jilbab merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). KPAI menilai sekolah negeri seharusnya menyemai keberagaman dan menghargai perbedaan.
Jakarta -
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut pemaksaan pihak SMKN 2 Padang terhadap siswi nonmuslim untuk mengenakan jilbab merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). KPAI menilai sekolah negeri seharusnya menyemai keberagaman dan menghargai perbedaan.
"KPAI prihatin dengan berbagai kasus di beberapa sekolah negeri yang terkait dengan intoleransi dan kecenderungan tidak menghargai keberagaman, sehingga berpotensi kuat melanggar hak-hak anak, seperti kasus mewajibkan semua siswi bahkan yang beragama non-Islam untuk mengenakan jilbab di sekolah atau kasus beberapa waktu lalu di mana ada pendidik di SMAN di Depok dan DKI Jakarta yang menyerukan untuk memilih Ketua OSIS yang beragama Islam," kata komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, dalam keterangannya, Sabtu (23/1/2021).
Retno menyebut sekolah negeri merupakan sekolah pemerintah yang memiliki siswa beragam dan majemuk. Karena itu, sudah seharusnya sekolah negeri menerima perbedaan.
Lebih jauh Retno menyayangkan peraturan SMKN 2 Padang yang mewajibkan seluruh siswinya mengenakan hijab. Menurutnya, langkah pemaksaan itu jelas melanggar hak asasi manusia (HAM) bagi siswi yang nonmuslim.
"Tidak ada yang menolak bukan berarti kebijakan atau aturan sekolah tidak melanggar ketentuan perundangan lain yang lebih tinggi. Aturan sekolah seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan, apalagi di sekolah negeri. Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM, namun memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM," ungkap Retno.
Retno mendesak agar SMKN 2 Padang diberi sanksi sesuai Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Tak hanya itu, pihak sekolah diduga kuat melanggar UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU No 39/1999 tentang HAM